BANYUWANGI, KOMPAS.com - Lalu lintas di dalam Pelabuhan Ketapang Banyuwangi, Jawa Timur tampak ramai pada arus mudik yang tengah berlangsung, Rabu (26/3/2025).
Beberapa pria berseragam krem tengah sibuk mengatur lalu lalang kendaraan agar tidak terjadi penumpukan.
Mereka adalah satpam pelabuhan yang bekerja tak kenal hujan atau panas demi memastikan kelancaran lalu lintas di dalam pelabuhan.
Dari beberapa satpam yang bertugas, ada Hari Yanto.
Dia telah bekerja di pelabuhan yang terletak di wilayah ujung timur Pulau Jawa itu selama lebih dari 11 tahun.
“Saya sudah bertugas di pelabuhan 11,5 tahun. Banyak cerita yang sudah kami lalui sebagai ujung tombak layanan pelabuhan,” ucap Hari.
Baca juga: Liburan, Turis Belanda Terjebak Momen Mudik di Pelabuhan Ketapang
Hari menceritakan, bekerja 12 jam per hari, para satpam pelabuhan mengemban tanggung jawab menjadi garda terdepan ketika sesuatu terjadi pada pengguna jasa atau penumpang kapal.
Misalnya, ketika penumpang sakit, jatuh, atau meninggal dunia di dalam kapal, hingga ketika seorang penumpang melahirkan darurat di dalam kapal.
“Kejadiannya sekitar 2-3 tahun lalu. Kapal ke PTC (port traffic control), lalu PTC melaporkan ke supervisi kami dan kita langsung tindak lanjuti ke dermaga kapal yang mau sandar,” kata Hari.
Pada saat yang genting itu, dia bersama rekan-rekannya berupaya memberikan pertolongan lanjutan setelah penumpang mendapatkan pertolongan darurat dari tenaga kesehatan yang bersiaga di kapal.
Hari bersama rekan-rekannya membagi tugas memanggil ambulans, melaporkan upaya rujukan, hingga mengawal dan memastikan penumpang mendapatkan tindakan medis yang seharusnya.
“Kita mempersiapkan ambulans dan memanggil petugas kantor kesehatan pelabuhan, hingga mengawal ibu dan bayi mendapatkan penanganan medis hingga ke rumah sakit,” ujarnya.
Baca juga: Liburan, Turis Belanda Terjebak Momen Mudik di Pelabuhan Ketapang
Hal itu dilakukan untuk memastikan pengguna jasa mendapatkan penanganan medis terbaik.
Selain itu, tindakan tersebut dilandasi rasa kemanusiaan.
Karena rasa kemanusiaan pula, kata Hari, dia sering merasakan iba ketika penumpang, khususnya pemudik yang menggunakan motor, membawa bayi yang masih kecil berpanas-panasan atau bahkan kehujanan.