KOMPAS.com - Selama lebih dari 80 tahun, Voice of America menyiarkan berita ke berbagai negara, termasuk di negara-negara yang diperintah secara ototiter, di mana sumber informasi yang dapat dipercaya tentang dunia luar sering kali sulit diakses.
Kini, lembaga penyiaran itu - yang sejak lama dianggap sebagai bagian penting dari upaya AS dalam mempromosikan demokrasi dan transparansi di luar negeri - mulai meredup.
The New York Times melapokan pada Minggu (16/3/2025) bahwa beberapa jam setelah Presiden AS, Donald Trump, menandatangani perintah eksekutif pada Jumat lalu, yang menginstruksikan pembubaran badan federal AS yang mengawasi Voice of America, ratusan jurnalis, eksekutif, dan pegawai lainnya di kantor pusat organisasi itu di Washington diberitahu bahwa mereka diberi cuti berbayar. Para pegawai mengatakan, mereka segera kehilangan akses ke email kantor dan program komunikasi lainnya setelah pemberitahuan tersebut.
Sebagian besar konten Voice of America diproduksi di Washington lalu disiarkan ke berbagai jaringan afiliasinya di seluruh dunia. Sejumlah pegawai mengatakan, dengan banyak pegawainya kehilangan akses, beberapa frekuensi radionya di Asia, Timur Tengah, dan daerah lain berhenti mengudara atau hanya menyiarkan musik.
Dalam beberapa kasus, stasiun radio, televisi, dan media digital yang menggunakan program Voice of America akan tetap beroperasi secara daring, tetapi tanpa kontribusi dari AS. Beberapa media afiliasi itu juga menayangkan konten dari media pemerintah negara seperti Rusia dan China, yang sebelumnya dilawan oleh program Voice of America.
“Mereka telah menghentikan operasionalnya,” kata David Z Seide, pengacara di Government Accountability Project yang membela sejumlah pelapor (whistle-blowers) federal dan mewakili beberapa jurnalis Voice of America.